A. LATAR BELAKANG
R. Seco Gati / R. Purboyo adalah salah satu putra tiga bersaudara dari R. Secodipuro – Wedana / Kepatihan Selokaton – Kadipaten Kaliwungu ( sekarang Kecamatan Sukorejo – Kendal ), yang terlahir pada akhir abad ke 17. Yang mana kelahiran R. Secogati selisih 35 hari dengan kelahiran RM. Mustahar / RM. Notowiryo / P. Diponegoro / Sultan Abdul Khamid Heru Cokro. Walaupun terlahir sebagai putra bangsawan, R. Secogati berakhlak mulia, berbudi luhur, merakyat dan sangat suka mempelajari Agama Islam serta ilmu pengetahuan. Setelah menginjak usia remaja dia berangkat menuntut ilmu Agama Islam di Padepokan / Pesantren yang diasuh oleh Kyai Ageng Tingkir di Kebumen. Adapun beliau berangkat kepesantren ini berdasar kepada saran dari orangtuanya dan para sesepuh.
B. MASA DI PADEPOKAN / PESANTREN
Sewaktu menuntut ilmu di Padepokan Tingkir Beliau belajar dengan sungguh – sungguh dan tekun sehingga sangat dikagumi oleh guru dan teman – temanya. Kecerdasannya sangat luarbiasa, baik dalam penguasaan ilmu Agama Islam, ilmu pengetahuan, ilmu kanuragan, ilmu tata negara dan ilmu kemasyarakatan. Tidak hanya para Santri dan masyarakat sekitar yang minta petolongannya dalam memecahkan berbagai masalah, bahkan gurunyapun / Kyai Ageng Tingkir juga sering minta saran pendapatnya. Dengan kemampuan yang luarbiasa itu akhirnya terdengar sampai ke Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Akhirnya seringsekali R. Secogati dipanggil oleh kedua Raja didua kraton itu untuk diminta saran pendapatnya dalam mengatasi berbagai masalah baik didalam ataupun diluar kraton. Berkat jasanya itulah beliau dibei gelar R. Purboyo. Ketika dikraton itulah dia bertemu dan berteman akrab dengan saudara / kerabatnya P. Diponegoro. Ternyata keduanya mempunyai kesamaan wawasan dan pikiran tentang ketidak sukaanya dengan penjajah / Kolonial Belanda, yangmana mereka berdua inginsekali mengusir penjajah dari Tanah Air / Bumi Mataram / Nusantara. Kadang – kadang keduanya saling bertemu untuk bertukar pikiran dan wawasan baik ditempat P. Diponegoro maupun di Padepokan Tingkir. Takterasa beliau sudah sekitar 8 tahun lamanya didalam menuntut berbagai macam ilmu di Pesantren tersebut dan dirasa sudah cukup maka beliau minta ijin pulang untuk mengamalkan ilmu kepada masyarakat. Kyai Ageng Tingkir mengizinkan serta memberi doa restu kepada R. Seco Gati bahkan mengutus beberapa santri untuk ikut bersamanya.
C. BERDA’WAH KELILING
Kedatangan beliau bersaman teman – temanya disambut gembira oleh orangtuanya, para sesepuh dan masyarakat Kawedanan Selokaton. Orangtuanya tau kalau putranya yang satu ini lebih suka menjadi Ulama’ daripada Umaro’, maka R. Seco Gati diberi kebebasan untuk berda’wah mengamalkan ilmu yang telah dipelajari kepada masyarakat. Atas izin dan restu orangtuanya akhirnya dia berda’wah keliling, yang tidak hanya diwilayah Kadipaten Kendal saja bahkan hampir mengelilingi Tanah Jawa.
Di wilayah Jawa Barat namanya sangat harum dan terkenal sebab beliau sering menundukan tokoh – tokoh aliran sesat dan pendekar – pendekar golongan hitam. Disamping menyebarkan Agama Islam / Bersa’wah, Beliau juga memberi pengertian kepada masyarakat tentang kedzaliman penjajah, agar masyarakat timbul semangat untuk melawan dan mengusir penjajah dari bumi nusantara. Karena sikap itulah maka Kolonial Belanda memasang mata – mata untuk mengawasi gerak langkah R. Seco Gati dan teman - temanya yang dianggap membahayakan mereka. Namun beliau dan teman – temanya lebih awas dan teliti sehingga para mata – mata belanda tersebut menjadi bingung dan menjadi kucing kucingan. Kolonial Belanda merasa geram dan putus asa menghadapi sepak terjang mereka. Secara diam – diam beliau telah membuat beberapa kader untuk persiapan dijadikan tokoh – tokoh pejuang untuk melawan penjajah. Mendengar hal itu, P. Diponegoro sangat senang dan menemui beliau untuk diajak bersama – sama mempersiapkan perang melawan Kolonial Belanda. Setelah pertemuan mereka tersebut akhirnya R. Seco Gati dan teman – temanya pulang ke Selokaton untuk persiapan perang.
D. PERSIAPAN PERANG
Sesampai dirumah beliau menyampaikan hasil pertemuan dengan P. Diponegoro kepada orangtuanya dan para sesepuh juga keduasaudaranya, dan mendapat persetujuan mereka. Berdasar izin dan restu itulah beliau mulai merintis perjuangan dengan cara mengumpulkan tokoh – tokoh dan para pemuda untuk dijadikan laskar serta dilatih kanuragan dan ilmu strategi perang. Setelah satu tahun laskar tersebut dibentuk beliau memberi kabar kepada P. Diponegoro. Beberapa lama kemudian P. Diponegoro dengan beberapa senopati dan laskarnya datang ke Kawedanan Selokaton dan bergabung dengan R. Seco Gati beserta laskarnya. P. Diponegoro, Senopati Kyai Ageng Jailani / Mbah Poleng dan R. Seco Gati bersama sama menyusun strategi untuk menghadapi penjajah. Kemampuan R. Seco Gati dan Kyai Ageng Jailani berimbang baik dalam bidang ilmu agama, ilmu kanuragan maupun ilmu strategi perang. Melihat hal tersebut P. Diponegoro mengatur strategi perang dengan cara R. Seco Gati diangkat menjadi Senopati diwilayah kulon dan Kyai Ageng Jailani senopati diwilayah Kawedanan Selokaton. Kyai Ageng Jailani menetap di Selokaton ( Sukorejo ) sampai wafat dan dimakamkan di Sentul – Sukorejo ( sebelah PP. Ki. Bodo ). Setelah mendapat izin dan restu orangtua, saudara dan sesepunya beliau bersama beberapa laskar berangkat ke wilayah kulon. Namun sebelum berangkat beliau melangsungkan pernikahan terlebih dahulu. 40 hari setelah menikah beliau beserta istri dan laskarnya berangkat berjuang melaksanakan tugas suci perang melawan penjajah.
E. MEDIRIKAN PADEPOKAN DI KARANG REJA
Berdasarkan petunjuk P. Diponegoro agar R. Seco Gati membuat benteng pertahanan diwilayah Kulon tepatnya di daerah Karangreja – Purbalingga. Setibanya di Karangreja beliau beserta Istri dan para laskar melaksanakan mujahadah / istikhotsah untuk memohon petunjuk Allah SWT supaya diberi petunjuk tempat yang cocok dan pas buat mendirikan padepokan / pesantren. Waktu berdzikir bersama itulah tiba – tiba ada petunjuk Allah SWT yang berupa cahaya berbentuk Regol / Pintu Gerbang turun dari langit menuju wilayah hutan. Keesokan harinya beliau beserta rombongan menuju hutan dan menemukan wilayah jatuhnya cahaya tersebut.
Hari itu juga hutan mulai dibabat / babat alas untuk mendirikan Padepokan / pesantren. Setelah 3 bulan Padepokan / pesantren akhirnya jadi dan diberi nama Padepokan / Pesantren REGOL AGUNG. Beliau juga bergelar Kyai Ageng Seco Gati dan masyarakatpun biasa memanggil belia dengan sebutan Kyai Cogati. Beberapa bulan kemudian masyarakat mulai banyak berdatangan untuk menjadi santri beliau. Di Padepokan / pesantren ini disamping mempelajari Agama Islam juga diajarkan ilmu pengetahuan, ilmu kanuragan, ilmu ketrampilan dan ilmu strategi perang. Dengan hal itulah maka padepokan cepat berkembang dan banyak santrinya. Disamping itu beliau juga mulai memanggil kader – kader pejuang yang dulu dibentuk sewaktu berda’wah keliling supaya berkumpul ditempat beliau. Setelah berkumpul semua dibentuklah laskar perang untuk menghadapi penjajah / Kolonial Belanda. Ketenaran Padepokan Regol Agung membuat belanda kawatir dan berusaha untuk menghancurkan pesantren tersebut.
F. PERANG MELAWAN PENJAJAH
Penjajah / belanda mengirim pasukanya yang dipimpin oleh Ki Rawe Randualas dari Randudongkal ( gembong golongan hitam ) untuk menyerang dan menghancurkan padepokan Regol Agung. Rombongan Ki Rawe Randualas tidak mengira kalau Kyai Ageng Seco Gati dan Laskarnya sudah siap, maka ketika mereka menyerang akhirnya dapat dikalahkan dengan mudah. Mereka dapat ditumpas habis dan yang selamat serta meloloskan diri hanya Ki Rawe Randualas, Kemudian dia melaporkan kepada Kolonial Belanda tentang kekalahanya dan tentang kekuatan laskar Padepokan Regol Agung. Berdasr laporan itulah Kolonial Belanda memanggil anteknya yaitu Ki. Banteng Wareng ( Gembong Golongan hitam Alas Roban – Batang ) untuk membantu memerangi Padepokan Regol Agung. Kolonial Belanda merencanakan penyerangan besar – besaran maka dipersiapkan pasukan yang lebih besar serta strategi perang yang lebih matang. Kyai Ageng Seco Gati secara diam – diam juga memasang mata – mata di dalam Pasukan Belanda sehingga beliau tau semua rencana Belanda yang akan menyerang besar – besaran. Kyai Ageng Seco Gati dan Laskarnya mempersiapkan jebakan – jebakan juga parit – parit untuk persiapan meng hadapi perang iti. Saat yang ditunggu akhirya tiba, ribuan pasukan kolonial belanda yang dipimpin oleh Ki. Banteng Wareng dan Ki Rawe Randualas menyerang Padepokan Regol Agung. Pecah perang besar – besaran tidak dapat dihindari hingga berlangsung 2 minggu yang mengakibatkan ratusan korban dikeduabelah pihak. Pasukan belanda akhirnya kalah dan mundur, Ki Rawe Randualas mati sedang Ki Banteng Wareng meloloskan diri dan pulang ke Alas Roban. Semenjak itu belanda tidak berani lagi menyerang Padepokan Regol Agung dan otomatis benteng wilayah kulon sangat kuat dan susah dijebol.
G. KYAI AGENG SECO GATI WAFAT DI KARANG REJA
Setelah terjadi perang tersebut daerah Karangreja aman tentram dan Padepokan juga bebas dari gangguan penjajah sehingga santri – santripun tenang dalam menimba Ilmu Agama. Walaupun P. Diponegoro kalah perang karena tipuan belanda namun Kyai Ageng Seco Gati tetap meneruskan perjuanganya dengan melalui pendidikan Agama Islam. Putra Putri beliau juga dididik sebagai pejuang sekaligus agamawan dan disuruh menyebar ke berbagai daerah. Pada akhir bulan Mulud tepatnya tanggal 27 Maulud Kyai Ageng Seco Gati Wafat dalam Usia 113 Tahun dan dimakamkan diarea Padepokan / Pesantren Regol Agung.
Sekarang wilayah padepokan / pesantren ini dikenal dengan nama dusun Siregol. Sepeninggal beliau putra putri dan santrinya masih tetap melanjutkan perjuangannya walaupun cara mereka berbeda – beda dengan menyesuikan jaman dan keadaan wilayahnya.
Demikian sejarah / riwayat singkat dari pejalanan hidup dan perjuangan dari salah satu Waliyullah, semoga kita bisa mengambil hikmah dan dapat memetik pelajaran dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim. Semoga dengan berkah karomah Mbah Wali Kyai Ageng Seco Gati kita diberi kekuatan Iman dan Islam serta selamat dunia akhirat.
Marilah kita sebagai generasi penerus berusaha dengan semangat yang tinggi untuk melanjutkan perjuangan Beliau dimasa sekarang.
Diriwayatkan oleh:
KH. R. Ng. Abi Mansyur / R. Ng. Seco Negoro / Ki. Bodo bin R. Seco Sudiro bin R. Seco Prawiro bin R. Seco Nonggo bin Seco Dipuro bin Seco Wiguno bin Seco Nonggo.
( Sesepuh PP. Ki. Bodo. Sukorejo – Kendal )
Ditulis oleh:
KH. R. Drs. Gigik Kusiaji / Ki. Santri
( Pengasuh PP. Ki. Bodo. Sukorejo Kendal )
Disalin oleh :
Johar Tantowi.
saya adalah keturunan secogati di kebumen, posisi saya di jakarta.
BalasHapusdikarenakan sdh terlalu lama jadi tidak paham silsilahnya dari eyang saya. pada waktu itu saya sempat jiarah juga yang di depannya tdk terlalu jauh ada 3 makam putranya dari eyang secogati.
Kami mohon dikirimkan lewat email perihal urutannya dan sempak terjang eyang secogati secara rinti.
atas bantuannya sebelumnya kami ucapkan trimakasih
RM.SURYO MIYARSO
Alur critanya,,,padat dan singkat,hanya kurang bulan /tahunnya,jadi terkesan sperti crita mitos,,yg belum tentu kebenarannya,dari tokoh t
BalasHapusokoh yg bersangkutan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusDikisahkan dlm babad dipanegara bahwa panakawan Pangeran Diponegoro bernama Banteng Wareng yg menemani beliau hingga ke Manado dan Makassar. Apakah ini Banteng Wareng yg sama yg pernah menyerang Pesantren Kyai Ageng Seco Gati? Moga2 bukan..
BalasHapusDikisahkan dlm babad dipanegara bahwa panakawan Pangeran Diponegoro bernama Banteng Wareng yg menemani beliau hingga ke Manado dan Makassar. Apakah ini Banteng Wareng yg sama yg pernah menyerang Pesantren Kyai Ageng Seco Gati? Moga2 bukan..
BalasHapusAlhamdilillah, masih dalam satu keturunan mba seco gati
BalasHapusSaya masih keturunan mbah yai secogati yg asli kelahiran regol agung/ siregol dan sekarang nama padepokan regol agung d pakai salah satu perkumpulan pencak silat pagar nusa s
BalasHapus